Problematika Universal Tenaga Kerja Wanita

 

                                                                             crtto , dokumen pribadi penulis

 

Abstrak

Tidak menutup kemungkinan pendidikan tinggi merubah nasib seseorang, karena pendidikan seseorang tidak cukup dalam teori namun juga bagaimana mereka bisa mengaplikasikan ilmunya di masyarakat. Semua orang memiliki faktor ekonomi yang berbeda, ada yang kelas sosialnya diatas, ditengah dan dibawah. Namun dari kelas sosial tidak bisa merubah nasib seseorang ketika tidak ada usaha untuk terus belajar. Maka kita sebagai manusia seyogyanya bisa memanusiakan manusia, saling menghargai asumsi orang lain apapun keputusannya.

Keyword: Deskriminasi Gender, Pekerja Wanita, Kelas Sosial

 

 Di masa pandemi sebagian kaum wanita memilih jalan hidupnya untuk bekerja dan sebagian yang lain memilih untuk melanjutkan pendidikan ke - jenjang yang lebih tinggi setelah lulus sekolah menengah. Dapat kita temui banyak wanita berjualan baik online maupun offline dan terdapat pula yang bekerja sebagai buruh pabrik juga sebagai pelayan toko. Diluar profesi ini ada sebagian wanita yang memilih untuk menjadi pekerja di negeri orang lain, yang biasa kita sebut TKW (Tenaga Kerja Wanita).

Daerah saya tepatnya Kota Mojokerto, banyak wanita memilih berkerja di negeri orang lain sebagai TKW karena tergiur oleh iming-iming gaji yang bisa dibilang besar. Bahkan tidak hanya wanita yang baru saja lulus dari SMA, melainkan juga wanita yang baru saja lulus dari bangku SMP. Ada juga wanita yang bisa dibilang sudah berumur atau bisa kita sebut ibu- ibu.

Menjadi pekerja di negeri orang lain memang bukan impian kebanyakan wanita di Indonesia. Namun, karena tuntutan hidup mengharuskan mereka (para TKW) untuk meninggalkan negerinya sendiri yang dikenal sebagai negeri yang kaya. Mirisnya  banyak TKW yang disiksa bahkan ada juga yang diperbudak karena adanya kerjasama antar atasan atau bisa juga karena PT tempat mereka mendaftar tidak resmi sehingga mereka diperlakukan seperti budak, bahkan ada juga yang sampai tidak berani melapor karena tekanan mental dan psikis.

Pada Tahun 2019, dunia per-televisian dipenuhi dengan berita derita yang dialami oleh Tenaga Kerja Wanita (TKW). Kekerasan yang sering terjadi pada TKW, disebabkan karena majikan atau orang yang mengantarkan para TKW (calo) ke luar negeri menganggap wanita itu lemah, penurut, dan kurang pengetahuan karena pendidikan mereka yang terbatas. Tetapi dibalik semua hal yang terjadi pada saat itu, ketika banyak TKW disiksa dan diperbudak, sebagian dari mereka memilih untuk melawan atas semua perlakuan buruk itu demi merebut kembali hak-hak mereka yang dulunya bekerja sesuai bidangnya. Keinginan atas hak-hak mereka akhirnya terpenuhi dan banyak TKW yang diperbolehkan untuk pulang.

Pada dasarnya semua orang mempunyai keinginan untuk memiliki pendidikan yang tinggi tetapi itu tidak berlaku untuk tetangga saya yang status ekonominya bisa dibilang kurang, karena tuntutan kebutuhan keluarga yang kurang tercukupi, tergiur oleh iming-iming gaji yang lumayan besar dan kurangnya lapangan pekerjaan di dalam negeri dibarengi dengan banyaknya tawaran perkerjaan diluar negeri menjadikannya membulatkan tekad untuk pergi berkerja di negeri orang tanpa memikirkan resiko yang akan dihadapi disana.

Disamping isu-isu tentang penyiksaan, pelecehan seksual terhadap TKW terdapat sisi positif yakni peran penting TKW. TKW sering kali dianggap sebagai pekerjaan yang keras atau bisa disebut pekerjaan yang buruk karena pekerjaan yang hampir tidak membutuhkan skill serta banyak kasus yang menyatakan derita seorang pekerja di negeri orang lain, namun para wanita ini merupakan penyumbang perekonomian yang sangat besar di dalam negeri.

Setiap orang mempunyai pemaknaan sendiri terkait TKW, banyak masyarakat yang masih berasumsi negatif terhadap TKW. Namun perlu kita ketahui bahwa ada point-point tertentu yang berbicara mengenai positifnya menjadi TKW. Karna ketika berbicara pekerjaan, semua orang berhak untuk memilih pekerjaan yang di gelutinya. Semua orang mempunyai hak masing-masing untuk berkarya dalam bidangnya.

 

Idea by M. Jauhar Nafis (Anggota Div. Intelektual Rayon PMII Abraham)

Esai ini merupakan esai yang dibuat penulis sebagai syarat mengikuti SIG I Rayon PMII Abraham 2020 lalu. (abstrak ditambahkan oleh penulis ketika esai ini kemudian juga dikumpulkan untuk tugas UTS)

Editor : Finaqurrota

2 Komentar