Menghidupkan Semangat Literasi Melalui Bedah Buku : Secarik Kisah Yang Dipenggal




 Photo by LSO Pers Rayon Abraham
 

SEMBURATEra 4.0 ditandai dengan digitalisasi di segala aspek. Semua informasi beralih ke ruang maya, baik informasi pendidikan, ekonomi, sosial, kesehatan dan politik. Selain membawa angin segar kemudahan akses informasi dimanapun dan kapanpun, di sisi lain digitalisasi juga menuntut kesiapan bagi tiap individu untuk mengolah dan mengatur fokus terhadap arus informasi yang masuk. Kemampuan literasi yang baik selanjutnya menjadi hal yang amat penting untuk dimiliki. Kapabilitas untuk mengolah dan memahami informasi dari membaca dan menulis terlebih untuk mahasiswa haruslah terus diasah.

Rayon PMII Abraham sebagai wadah pengembangan kader, melalui divisi intelektual merasa perlu untuk menumbuhkan ihwal literasi ini lewat acara “Bedah buku : Secarik Kisah yang Dipenggal” yang juga merupakan karya pertama salah satu anggota aktif Rayon Abraham, Niamul Fazri

Pada gelaran bedah buku yang diadakan pertama kali dalam periode kepengurusan kali ini, tidak kurang dari 10 kader meriung bersama di sekretariat rayon PMII Abraham pada senin (02/11/2021). Moderator pada agenda kali ini yakni M. Jauhar Nafis membuka sesi dengan membawa pembahasan pada judul buku, yang selanjutnya diketahui bahwa judul buku dipilih dari sajak terakhir dalam puisi berjudul Pengecut yang juga dimuat dalam buku tersebut.

Suasana semakin khusyu ketika memasuki pembahasan mengenai genre buku. Bergenre asmara, Fazri menuturkan buku ini mencoba mengemas pertanyaan seputar hubungan yang belum tuntas, karena buku ini sebenarnya merujuk pada seseorang. Meski tidak keseluruhan buku berkutat pada orang yang sama. Dalam pandanganya, ia memiliki maksud bahwa cinta itu adalah kombinasi dari bahagia dan lara, maksud dari kata tersebut bahwa ketika seseorang merasakan bahagia yang berlebihan dia pasti akan menerima konsekuensi dari kata lara yang akan ia terima.

 Fazri menambahkan sebagian puisi yang ia masukkan dalam buku, idenya juga berasal dari kisah orang – orang disekitarnya pada kurun waktu 2018 hingga buku ini diterbitkan September tahun ini. Ia juga mengatakan bahwa semua karya yang dia tulis tidak hiperbola (berlebihan), karena ia bermaksud bahwa ia menulis berdasarkan realitas yang ada dan itu nyata tidak dibuat – buat adanya.

Memasuki sesi tanya jawab terdapat pertanyaan dari salah satu audiens mengenai layouting buku. Dari beberapa puisi yang dimuat terdapat kurang lebih 3 puisi yang seakan beruntun/estafet berjudul “puan”, namun penempatannya tidak berurutan. Pertanyaan dari sahabat Yanwar ini kemudian langsung dijawab oleh fazri bahwasanya mengenai layouting itu berdasarkan sisi historis, artinya berurutan sesuai kejadian. Dalam puisi “puan” ini misalnya, urutan peristiwa nya memang begitu terdapat sela – sela momen yang kemudian ternyata menghasilkan puisi maka dibuatlah trilogi puisi “puan” tidak bersambung. 

"puisi pertama saya itu yang berjudul Angkuh. Yang ada di halaman pertama untuk puisi yang lainnya saya tulis random si" ungkap Fazri selepas acara.

Dengan total 62 puisi, pemuda asal Indramayu Jawa Barat ini mengatakan bahwa tujuan dari penulisan buku ini adalah menulis untuk diri sendiri, karena masa depan adalah hari ini.  Ia juga menambahkan bahwa manusia itu adalah Perpustakaan  jadi manusia itu mengumpulkan inspirasi-inspirasi dan membuat inspirasi tersebut menjadi sebuah karya.

Terakhir dalam Closing statement, Nafis sebagai moderator menarik kesimpulan bahwa berkarya dari ketidak sengajaan dan ketidaktahuan itu hal yang lumrah dan biasa. Berangkat dari ketidaksadaran itu sendiri merupakan pengetahuan baru, dan bisa juga untuk menemukan pengetahuan baru.

 

Perwarta: Riyadus, Nilam Tiara Kandi

Editor: Finaqurrota


0 Komentar