Penyebab Munculnya Ragam Bacaan Al-Qur’an
Menurut pandangan al-Azami kesatuan dialek yang biasa
digunakan para nabi saat hidup di Makkah mulai menghilang sudah di Madinah.
Terdapat Hadist-hadist yang mengkonfirmasi bahwa al-Qur’an diturunkan dalam tujuh
dialek. Bahkan menurut Imam as-Suyuti terdapat lebih daru dua puluh sahabat
telah meriwayatkan tentang hadist tersebut. Kebanyakan kalangan (ulama) sepakat
bahwa tujuan utama ragam bacaan ialah memberikan kemudahan bacaan al-Qur’an
bagi bereka yang tidak terbiasa dengan dialek orang Quraisy.
Meskipun
demikian tidak dapat memungkiri bahwa adanya banyak dialek yang berbeda telah
memicu perselisihan pada periode berikutnya, dimana hal tersebut alas an
mempercepat Langkah utsman menyiapkan sebuah mushaf dalam dialek orang Quraisy,
dan pada akhirnya jumlah ragam bacaan yang terdapat dalam kerangka lima mushaf
resmi tidak lebih dari empat puluh karakter.
Penyebab
Utama Munculnya Banyak (Multiple) Bacaan
kekurangan
tanda titik dalam Mushaf Utsmani berarti peluang bebas bagi pembaca untuk
memberi tanda sendiri sesuai dengan konteks makna ayat yang di pahami.
Menggunakan tanda titik dan tanda lainnya amat diperlukan guna menyesuaikan
pemahaman sendiri terhadap ayat itu. Sebelum zaman Jeffery, Goldziher dan
lainnya berusaha meyakinkan bahwa menggunakan skrip yang tidak ada tanda titik
telah mengakibatkan munculnya perbedaan.
Ketika
perbedaan muncul (dan ini sangat jarang terjadi) kedua kerangka bacaan tetap
mengacu pada mushaf utsmani, dan tiap kelompok dapat menjustifikasi
bacaannyaatas dasar otoritas mata rantai atau silsilah yang berakhir pada Nabi
Muhammad Saw Atas dasar ini kita dapat menyingkirkantiap pembaca yarrg memberi
pendapat nyleneh ingin memasukkan titik dantanda diakritikal menurut selera
keinginan dirinya.
Walaupun
telah banyak fakta dalam teori mereka, hendaknya mau mempertimbangkan jumlah
pembaca dan ribuan kerangka (naskah) 5 yang dapat dibaca melalui empat atau
lima cara; Jumlah perbedaan tidak mencapai angka ratusan ribu atau mungkin
jutaan. Ibn Mujdhid (w.324 H.) menghitung, seluruh Mushafsemuanya hanya ada
kira-kira satu ribu multiple bacaan saja. Membandingkan teori dengan kenyataan
ini hanya untuk menunjukkan kesalahan hipotesis mereka.
Ketika kita membuka Al-Qur'an, kita menemukan
bahwa manuskrip zaman klasik tidak ada yang mempunyai tanda huruf hidup
(vowels) dan semuanya ditulis dalam skrip Kufi yang sangat berbeda dengan skrip
yang dipakai pada naskah zaman kita sekarang. Memodernkan skrip dan ortografi,
dengan memberikan tanda huruf hidup dan tanda titik pada teks, yang itu telah
benar-benar terjadi,'merupakan sesuatu yang disengaja, akan tetapi usaha mereka
itu melibatkan pemalsuan teks
Penyebab
Kedua Yang Mengakibatkan Banya (Multiple) Bacaan (varian, Beragam)
Menurut
metodologi penelitian dan pendirian ilmuwan Muslim, sangat tidak jujur dalam
masalah saksi, jika menempatkan persaksian orang-orang jujur dan amanah sejajar
tingkatannya dengan pembohong. Tetapi metodologi Jeffery memberikan pengakuan
anggapan pembohong sama seperti seorang yang jujur. Selama tujuan mereka
terlaksana, dia dan teman penyokongnya menerima material yang berbeda-beda
seperti dituduhkan kepada tulisan Ibn Mas'ud atau siapa saja, terlepas sumber
yang ada dapat dipercaya atau tidak, dan memandang rendah kekayaan bacaan yang
begitu terkenal. Perbedaan juga muncul karena beberapa pembaca menggunakan teks
yang bertanggalkan sebelum Mushaf Utsmani, yang kebetulan berbeda dengan
kerangka 'Utsmani dan yang tidak dimusnahkan walaupun ada perintah dari khalifah.
Tetapi anggapan ini dibesar-besarkan tanpa ada bukti yang kukuh.
Kebanyakan
bukti yang ada hanya menyatakan bahwa Ibn Mas'ud menyebut ayat ini dengan cara
begitu tanpa ada bukti mata rantai riwayat. Ini tidak lebih dari cerita omong
kosong, sekadar kabar burung dan supaya dia dapat meningkatkan anggapan
yangbernilai murahan sebagai argumentasi melawan bacaan yang terbukti betul
guna membantah metode yang membedakan antara periwayat yang jujur danyang
gadungan.
Tahapan
perkembangan Perjanjian Lama dan Baru Seiring berjalannya waktu, iklim politik
saat itu membuat dua teks benar-benar acak. mencoba untuk meniru aktivitas
kriminal Dalam Teks Quran, Cendekiawan Barat melihat semua bukti umat prasangka
islam antara perjanjian lama dan baru kecurigaan moderat terhadap kebenaran
namun, tentang variasi bahan yang mengganggu Jeffrey. Dia tidak pernah
mencantumkannya di bukunya. Beberapa varian kelihatannya tidak mungkin terjadi
secara bahasa beberapa kalangan berusaha memberikan kesan bahwa perbedaan ini
merupakan kelanjutan hasil ciptaan para ahli ilmu bahasa (philologers). Hanya
saja, sebagian besar menganggap suatu kelanjutan kehidupan hakiki sejak sebelum
teks 'Uthmani, kendati hanya setelah melewati pencarian kajian kritis keilmuan
modern.
Contoh
Ragam Bacaan dan Hikmah Ragam Bacaan
1) Contoh
Ragam Bacaan
Kata
“maliki” dalam surat Al Fatihah ayat 4, di antara para ulama Qiraat ada yang
membacanya dengan memanjangkan mim dan ada pula yang memendekkannya. Imam
‘Ashim, Al Kisa’i, Ya’qub dan Khalaf membacanya dengan mad (memanjangkan) huruf
mim yaitu menambahkan huruf alif setelahnya (menjadi: maaliki), sedangkan ulama
selain mereka membacanya tanpa mad, yaitu dengan memendekkan mim tanpa alif
(menjadi: maliki).
Kata
“alaihim” dalam ayat ketujuh, Imam Ibnu Katsir, Abu Ja’far dan Qalun membacanya
dengan mendhammahkan huruf mim dan memanjangkannya satu harakat (menjadi:
‘alaihimuu) jika disambung dengan kata setelahnya. Sedangkan Imam Hamzah dan
Ya’qub mendhammahkan ha’nya (menjadi: ‘alaihum) baik dalam keadaan berhenti
(waqaf) maupun bersambung (washal) dengan kata berikutnya. Selebihnya
membacanya dengan mengkasrahkan ha’ dan mensukunkan mim (menjadi: ‘alaihim)
baik dalam keadaan berhenti (waqaf) maupun bersambung (washal).
Demikian
pula ayat-ayat yang lain, perbedaan ragam bacaan itu hanya berkisar pada cara
membacanya saja, tidak sampai bertentangan satu sama lain dalam kesimpulan
hukum.
2) Hikmah
Turunnya al-Qur’an dengan Tujuh Ragam Bacaan
Banyak
sekali hikmah diturunkannya Al Quran dengan tujuh ragam bacaan. Berikut ini
beberapa di antaranya:
a. Memudahkan umat Islam (khususnya bangsa
Arab terdahulu) untuk membaca Al Quran sesuai dengan dialek masing-masing atau
dialek yang dianggap paling mudah, terutama bagi kalangan wanita, orang tua dan
anak-anak.
b.
Menyatukan bahasa umat Islam masa kini dengan bahasa persatuan, yaitu bahasa
Arab Quraisy. Telah maklum dalam sejarah bahwa dahulu kabilah-kabilah Arab
sering berdatangan di Makkah pada musim haji. Kabilah-kabilah itu memiliki
dialek yang berbeda-beda. Dari berbagai macam dialek itulah kaum Quraisy
memilih kosakata yang mereka nilai paling cocok lalu memasukkannya ke dalam
kosakata bahasa mereka sehingga bahasa mereka menjadi fleksibel. Jadi, bisa
dikatakan bahwa dialek Quraisy merupakan percampuran antar dialek bangsa Arab
pada masa itu. Ini pulalah yang dilakukan oleh Al Quran ketika memilih beberapa
kosakata dari kabilahkabilah Arab yang paling cocok. Oleh karena itu, benar
jika dikatakan bahwa Al Quran diturunkan dengan bahasa Quraisy karena bahasa mereka
telah terangkum dalam bahasa Quraisy.
c. Menggabungkan dua hukum yang berbeda dalam
satu ayat sekaligus. Misalnya ayat yang berbunyi, “Haid itu adalah kotoran.
Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan
janganlah kamu mendekati mereka sampai mereka suci (yath-hur-na).” (QS. Al
Baqarah: 222) Dalam bacaan lain, “sampai mereka bersuci (yath-thah-harna).”
Perbedaannya, dalam bacaan pertama tidak disyaratkan bersuci (mandi janabah),
jadi cukup dengan terputusnya darah haid maka saat itu ia boleh digauli oleh
suaminya karena ia telah menjadi suci (yath-hur-na). Sedangkan bacaan kedua
mensyaratkan bersuci (mandi) terlebih dahulu, jadi sebelum mandi tidak boleh
digauli, karena kata “yath-thah-har-na” artinya adalah bersuci. Sebagian ulama
mengkompromikan kedua bacaan itu dengan cara menafsirkan bacaan pertama bagi
wanita yang memiliki masa haid selama sepuluh hari, sedangkan bacaan kedua bagi
wanita yang memiliki masa haid lebih dari sepuluh hari. Jadi, wanita yang
haidnya terputus setelah sepuluh hari dari masa haid, ia boleh digauli oleh
suaminya meskipun belum bersuci, sedangkan wanita yang haidnya terputus sebelum
sepuluh hari dari masa haid, ia disyaratkan untuk bersuci (mandi) terlebih
dahulu.
Sebagian
orang menyangka bahwa tujuh ragam bacaan yang dimaksud dalam hadis-hadis di
atas adalah tujuh Qiraat yang populer saat ini yaitu: Naafi’, Ibnu Katsiir, Abu
‘Amr, Ibnu ‘Aamir, ‘Aashim, Hamzah dan Al Kisaa’i. Anggapan ini sama sekali
tidak benar bahkan salah kaprah, karena ketika Rasulullah SAW bersabda tentang
tujuh ragam bacaan dalam Al Quran, para Qurra’ itu belum lahir. Kemungkinan
besar kerancuan ini disebabkan oleh pemilihan nama-nama Qurra’ yang hanya
dibatasi pada tujuh orang saja sebagaimana dilakukan oleh Imam Asy-Syathibi.
0 Komentar