PENYEBAB KEMUNCULAN RAGAM BACAAN AL - QUR'AN

 


Sumber : tawazun.id


Penyebab Munculnya Ragam Bacaan Al-Qur’an

Menurut pandangan al-Azami kesatuan dialek yang biasa digunakan para nabi saat hidup di Makkah mulai menghilang sudah di Madinah. Terdapat Hadist-hadist yang mengkonfirmasi bahwa al-Qur’an diturunkan dalam tujuh dialek. Bahkan menurut Imam as-Suyuti terdapat lebih daru dua puluh sahabat telah meriwayatkan tentang hadist tersebut. Kebanyakan kalangan (ulama) sepakat bahwa tujuan utama ragam bacaan ialah memberikan kemudahan bacaan al-Qur’an bagi bereka yang tidak terbiasa dengan dialek orang Quraisy.

 Meskipun demikian tidak dapat memungkiri bahwa adanya banyak dialek yang berbeda telah memicu perselisihan pada periode berikutnya, dimana hal tersebut alas an mempercepat Langkah utsman menyiapkan sebuah mushaf dalam dialek orang Quraisy, dan pada akhirnya jumlah ragam bacaan yang terdapat dalam kerangka lima mushaf resmi tidak lebih dari empat puluh karakter.

Penyebab Utama Munculnya Banyak (Multiple) Bacaan

kekurangan tanda titik dalam Mushaf Utsmani berarti peluang bebas bagi pembaca untuk memberi tanda sendiri sesuai dengan konteks makna ayat yang di pahami. Menggunakan tanda titik dan tanda lainnya amat diperlukan guna menyesuaikan pemahaman sendiri terhadap ayat itu. Sebelum zaman Jeffery, Goldziher dan lainnya berusaha meyakinkan bahwa menggunakan skrip yang tidak ada tanda titik telah mengakibatkan munculnya perbedaan.

Ketika perbedaan muncul (dan ini sangat jarang terjadi) kedua kerangka bacaan tetap mengacu pada mushaf utsmani, dan tiap kelompok dapat menjustifikasi bacaannyaatas dasar otoritas mata rantai atau silsilah yang berakhir pada Nabi Muhammad Saw Atas dasar ini kita dapat menyingkirkantiap pembaca yarrg memberi pendapat nyleneh ingin memasukkan titik dantanda diakritikal menurut selera keinginan dirinya.

Walaupun telah banyak fakta dalam teori mereka, hendaknya mau mempertimbangkan jumlah pembaca dan ribuan kerangka (naskah) 5 yang dapat dibaca melalui empat atau lima cara; Jumlah perbedaan tidak mencapai angka ratusan ribu atau mungkin jutaan. Ibn Mujdhid (w.324 H.) menghitung, seluruh Mushafsemuanya hanya ada kira-kira satu ribu multiple bacaan saja. Membandingkan teori dengan kenyataan ini hanya untuk menunjukkan kesalahan hipotesis mereka.

 Ketika kita membuka Al-Qur'an, kita menemukan bahwa manuskrip zaman klasik tidak ada yang mempunyai tanda huruf hidup (vowels) dan semuanya ditulis dalam skrip Kufi yang sangat berbeda dengan skrip yang dipakai pada naskah zaman kita sekarang. Memodernkan skrip dan ortografi, dengan memberikan tanda huruf hidup dan tanda titik pada teks, yang itu telah benar-benar terjadi,'merupakan sesuatu yang disengaja, akan tetapi usaha mereka itu melibatkan pemalsuan teks

Penyebab Kedua Yang Mengakibatkan Banya (Multiple) Bacaan (varian, Beragam)

Menurut metodologi penelitian dan pendirian ilmuwan Muslim, sangat tidak jujur dalam masalah saksi, jika menempatkan persaksian orang-orang jujur dan amanah sejajar tingkatannya dengan pembohong. Tetapi metodologi Jeffery memberikan pengakuan anggapan pembohong sama seperti seorang yang jujur. Selama tujuan mereka terlaksana, dia dan teman penyokongnya menerima material yang berbeda-beda seperti dituduhkan kepada tulisan Ibn Mas'ud atau siapa saja, terlepas sumber yang ada dapat dipercaya atau tidak, dan memandang rendah kekayaan bacaan yang begitu terkenal. Perbedaan juga muncul karena beberapa pembaca menggunakan teks yang bertanggalkan sebelum Mushaf Utsmani, yang kebetulan berbeda dengan kerangka 'Utsmani dan yang tidak dimusnahkan walaupun ada perintah dari khalifah. Tetapi anggapan ini dibesar-besarkan tanpa ada bukti yang kukuh.

Kebanyakan bukti yang ada hanya menyatakan bahwa Ibn Mas'ud menyebut ayat ini dengan cara begitu tanpa ada bukti mata rantai riwayat. Ini tidak lebih dari cerita omong kosong, sekadar kabar burung dan supaya dia dapat meningkatkan anggapan yangbernilai murahan sebagai argumentasi melawan bacaan yang terbukti betul guna membantah metode yang membedakan antara periwayat yang jujur danyang gadungan.

Tahapan perkembangan Perjanjian Lama dan Baru Seiring berjalannya waktu, iklim politik saat itu membuat dua teks benar-benar acak. mencoba untuk meniru aktivitas kriminal Dalam Teks Quran, Cendekiawan Barat melihat semua bukti umat prasangka islam antara perjanjian lama dan baru kecurigaan moderat terhadap kebenaran namun, tentang variasi bahan yang mengganggu Jeffrey. Dia tidak pernah mencantumkannya di bukunya. Beberapa varian kelihatannya tidak mungkin terjadi secara bahasa beberapa kalangan berusaha memberikan kesan bahwa perbedaan ini merupakan kelanjutan hasil ciptaan para ahli ilmu bahasa (philologers). Hanya saja, sebagian besar menganggap suatu kelanjutan kehidupan hakiki sejak sebelum teks 'Uthmani, kendati hanya setelah melewati pencarian kajian kritis keilmuan modern.

Contoh Ragam Bacaan dan Hikmah Ragam Bacaan

1)      Contoh Ragam Bacaan

Kata “maliki” dalam surat Al Fatihah ayat 4, di antara para ulama Qiraat ada yang membacanya dengan memanjangkan mim dan ada pula yang memendekkannya. Imam ‘Ashim, Al Kisa’i, Ya’qub dan Khalaf membacanya dengan mad (memanjangkan) huruf mim yaitu menambahkan huruf alif setelahnya (menjadi: maaliki), sedangkan ulama selain mereka membacanya tanpa mad, yaitu dengan memendekkan mim tanpa alif (menjadi: maliki).

Kata “alaihim” dalam ayat ketujuh, Imam Ibnu Katsir, Abu Ja’far dan Qalun membacanya dengan mendhammahkan huruf mim dan memanjangkannya satu harakat (menjadi: ‘alaihimuu) jika disambung dengan kata setelahnya. Sedangkan Imam Hamzah dan Ya’qub mendhammahkan ha’nya (menjadi: ‘alaihum) baik dalam keadaan berhenti (waqaf) maupun bersambung (washal) dengan kata berikutnya. Selebihnya membacanya dengan mengkasrahkan ha’ dan mensukunkan mim (menjadi: ‘alaihim) baik dalam keadaan berhenti (waqaf) maupun bersambung (washal).

Demikian pula ayat-ayat yang lain, perbedaan ragam bacaan itu hanya berkisar pada cara membacanya saja, tidak sampai bertentangan satu sama lain dalam kesimpulan hukum.

2) Hikmah Turunnya al-Qur’an dengan Tujuh Ragam Bacaan

Banyak sekali hikmah diturunkannya Al Quran dengan tujuh ragam bacaan. Berikut ini beberapa di antaranya:

 a. Memudahkan umat Islam (khususnya bangsa Arab terdahulu) untuk membaca Al Quran sesuai dengan dialek masing-masing atau dialek yang dianggap paling mudah, terutama bagi kalangan wanita, orang tua dan anak-anak.

b. Menyatukan bahasa umat Islam masa kini dengan bahasa persatuan, yaitu bahasa Arab Quraisy. Telah maklum dalam sejarah bahwa dahulu kabilah-kabilah Arab sering berdatangan di Makkah pada musim haji. Kabilah-kabilah itu memiliki dialek yang berbeda-beda. Dari berbagai macam dialek itulah kaum Quraisy memilih kosakata yang mereka nilai paling cocok lalu memasukkannya ke dalam kosakata bahasa mereka sehingga bahasa mereka menjadi fleksibel. Jadi, bisa dikatakan bahwa dialek Quraisy merupakan percampuran antar dialek bangsa Arab pada masa itu. Ini pulalah yang dilakukan oleh Al Quran ketika memilih beberapa kosakata dari kabilahkabilah Arab yang paling cocok. Oleh karena itu, benar jika dikatakan bahwa Al Quran diturunkan dengan bahasa Quraisy karena bahasa mereka telah terangkum dalam bahasa Quraisy.

 c. Menggabungkan dua hukum yang berbeda dalam satu ayat sekaligus. Misalnya ayat yang berbunyi, “Haid itu adalah kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka sampai mereka suci (yath-hur-na).” (QS. Al Baqarah: 222) Dalam bacaan lain, “sampai mereka bersuci (yath-thah-harna).” Perbedaannya, dalam bacaan pertama tidak disyaratkan bersuci (mandi janabah), jadi cukup dengan terputusnya darah haid maka saat itu ia boleh digauli oleh suaminya karena ia telah menjadi suci (yath-hur-na). Sedangkan bacaan kedua mensyaratkan bersuci (mandi) terlebih dahulu, jadi sebelum mandi tidak boleh digauli, karena kata “yath-thah-har-na” artinya adalah bersuci. Sebagian ulama mengkompromikan kedua bacaan itu dengan cara menafsirkan bacaan pertama bagi wanita yang memiliki masa haid selama sepuluh hari, sedangkan bacaan kedua bagi wanita yang memiliki masa haid lebih dari sepuluh hari. Jadi, wanita yang haidnya terputus setelah sepuluh hari dari masa haid, ia boleh digauli oleh suaminya meskipun belum bersuci, sedangkan wanita yang haidnya terputus sebelum sepuluh hari dari masa haid, ia disyaratkan untuk bersuci (mandi) terlebih dahulu.

Sebagian orang menyangka bahwa tujuh ragam bacaan yang dimaksud dalam hadis-hadis di atas adalah tujuh Qiraat yang populer saat ini yaitu: Naafi’, Ibnu Katsiir, Abu ‘Amr, Ibnu ‘Aamir, ‘Aashim, Hamzah dan Al Kisaa’i. Anggapan ini sama sekali tidak benar bahkan salah kaprah, karena ketika Rasulullah SAW bersabda tentang tujuh ragam bacaan dalam Al Quran, para Qurra’ itu belum lahir. Kemungkinan besar kerancuan ini disebabkan oleh pemilihan nama-nama Qurra’ yang hanya dibatasi pada tujuh orang saja sebagaimana dilakukan oleh Imam Asy-Syathibi.

Penulis : Amaliatus Sholiha

editor : Nurul badi'ah 

0 Komentar