Mansplaining, suatu perilaku merendahkan perempuan oleh laki-laki, menjadi sorotan dalam masyarakat modern. Dalam konteks ini, Satria Mahathir, yang dikenal dengan sebutan cogil (cowok gila), menjadi perhatian publik karena kontroversi-kontroversi yang melibatkan pernyataan - pernyataannya yang kontroversial dan perilakunya terhadap perempuan.
Satria Mahathir mencuat ke publik melalui pernyataannya yang melecehkan perempuan, seperti ketidaknyamanannya saat melihat perempuan menggunakan smartphone Android. Pernyataan semacam ini mencerminkan sikap merendahkan yang mendominasi dalam mansplaining. Pemikiran seolah-olah laki-laki memiliki hak untuk menilai dan menghakimi pilihan perempuan merupakan bentuk ekspresi patriarki yang harus dieksplorasi lebih lanjut.
Tak hanya itu, Satria Mahathir juga terlibat dalam perilaku promiscuity yang ekstrem, mengklaim pernah memiliki hubungan dengan banyak wanita dan bahkan menghamili salah satunya. Jumlah pasangan dan tindakan-tindakan tidak bertanggung jawab ini menyoroti ketidakpedulian terhadap perasaan dan hak-hak perempuan. Dalam konteks mansplaining, hal ini menciptakan gambaran bahwa laki-laki merasa berhak untuk menggunakan perempuan sesuai keinginan mereka, tanpa mempertimbangkan kehormatan dan martabat perempuan tersebut.
Puncak kontroversi Satria Mahathir adalah pengakuannya pernah mengidap penyakit kelamin sebagai akibat dari gaya hidupnya yang sembrono. Ini bukan hanya masalah kesehatan pribadi, tetapi juga mencerminkan ketidakpedulian terhadap kesejahteraan perempuan yang terlibat dalam hubungan dengan dirinya. Sikap merendahkan dan penyebaran penyakit secara tidak bertanggung jawab semakin mengonfirmasi bahwa mansplaining bukan hanya sekadar tindakan kata-kata, tetapi juga perilaku yang dapat merugikan perempuan secara nyata.
Fenomena ini memberikan wawasan mendalam terhadap kompleksitas mansplaining dan dampaknya pada perempuan. Perilaku merendahkan, promiscuity, dan ketidakpedulian terhadap kesejahteraan perempuan menjadi bagian dari keseluruhan problematika yang harus disadari dan diatasi dalam masyarakat. Melalui pemahaman ini, dengan harapan kita dapat lebih baik memahami urgensi untuk melawan mansplaining dan membranding kesetaraan gender di semua lapisan masyarakat.
Oleh : Wella A. Apriliani
Editor : Nurul B
0 Komentar