Masa Bersiap ialah istilah yang disematkan oleh orang-orang Londho untuk menyebut periode kekerasan terhadap warga Eropa di Indonesia selama revolusi kemerdekaan tahun 1945-1946. Orang-orang Londho menggambarkan Masa Bersiap sebagai sebuah masa yang sangat mengerikan dan mencekam.
Dalam kerusuhan, kekacauan, serta penjarahan yang terjadi selama Masa Bersiap, disebutkan bahwa sekitar 3.500 hingga 20.000 orang terbunuh. Warga yang menjadi korban pun tak hanya dari kalangan Londho saja, tapi juga orang-orang keturunan Indo-Eropa, Chinese, hingga etnis Maluku yang tinggal di Jawa.
Masa Bersiap merupakan sebuah teror, kekacauan, dan kekerasan yang dilatarbelakangi amarah dan keinginan balas dendam pribumi terhadap kolonialisme yang dilakukan oleh para Londho. Periode ini terjadi seusai Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun, pada saat itu, Londho tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia. Orang-orang Londho yang merasa masih berhak atas Indonesia, mereka berupaya kembali merebut kekuasaan. Pada Oktober 1945, pemerintah Londho berupaya kembali menguasai Indonesia dengan menempatkan Letnan Gubernur Jenderal Huib van Mook di Batavia. Keinginan Londho untuk kembali menduduki Indonesia pun menyulut amarah dan kebencian rakyat pribumi.
Kelompok pribumi dengan mengatasnamakan dirinya sebagai Pemoeda yang kemudian merampok serta menyerang orang-orang Londho dan keturunannya serta mereka yang dianggap pro kolonialisme. Aksi ini awalnya terjadi di Depok yang dikenal sebagai pusat permukiman orang-orang Londho dan keturunan Indo-Eropa. Namun, kerusuhan dan kekacauan selama Masa Bersiap yang kemudian meluas ke daerah-daerah lain di Jawa serta sebagian kecil wilayah Sumatera.
Kata "Bersiap" digunakan Londho untuk menyebut periode revolusi itu, karena kerap terdengar seruan "Siap! Siap!" oleh kelompok pro-Republik Indonesia pada masa itu. Para Pemoeda akan menyerukan kata "Siap! Siap!" sembari mengangkat senjata ketika ada orang-orang yang dinilai menjadi musuh bagi revolusi kemerdekaan Indonesia, memasuki wilayah pro-republik. (Buku:Napak Tilas ke Belanda. 60 Tahun Perjalanan Wartawan KMB 1949. Oleh Rosihan Anwar).
Indonesia lebih sering menyebut Masa itu sebagai Revolusi Nasional Indonesia atau Agresi Militer, yaitu masa-masa mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda pada periode 1945-1950. Kronologi Masa Bersiap dimulai sejak 7 Oktober 1945 dengan upaya para pemuda Indonesia untuk menghalangi pedagang yang hendak menjual kebutuhan pokok kepada Londho. Rumah Asisten Wedana Depok pun dirampok pada hari itu. Lalu wilayah Depok dirampas oleh Pemoeda pada 9 Oktober 1945 dan lima rumah warga dirampok. Keesokan harinya, gedung pangan di Depok diserbu oleh para gelandangan.
Tanggal 11 Oktober 1945, pertempuran dalam Masa Bersiap dilanjutkan dengan serangan Tentara Keamanan Rakyat terhadap Londho. Serangan ini dikenal dengan istilah Gedoran. Aksi ini berlanjut pada 13 Oktober 1945, ketika segerombolan orang menyerbu orang Londho dan menewaskan 10 korban jiwa. Setelahnya, orang-orang Eropa dan Indo dikumpulkan di belakang Stadion Depok dan dijadikan tawanan. Kekerasan juga menimpa etnis Ambon dan Manado karena mereka dianggap bekerja sama dengan pemerintah serta militer Londho selama masa kolonialisme.
Penjarahan dan pembunuhan yang terjadi selama Masa Bersiap juga disebut disertai dengan penyiksaan keji dan pemerkosaan. Aksi para pemuda Indonesia menyulut amarah orang-orang pro-Belanda yang kemudian melancarkan balas dendam. Sejumlah orang Ambon yang pro-Belanda berbalik menyerang para pemuda pro-Republik Indonesia. Jika bertemu gerombolan itu, orang-orang Republik akan dipaksa menelan lencana Merah-Putih yang mereka kenakan. Perdana Menteri Sutan Sjahrir pun sempat menjadi sasaran balas dendam orang-orang pro-Belanda. Beliau tercatat dua kali menjadi target upaya pembunuhan oleh orang-orang Indo, Ambon, dan Manado pada Desember 1945.
Kekerasan-kekerasan yang terjadi selama Masa Bersiap sebenarnya telah mulai meredup pada 1946, seiring dengan dimulainya Agresi Militer I Belanda pada Juli 1947. Masa Bersiap kerap disebut sebagai sebuah peristiwa genosida atau pembantaian terhadap orang-orang Londho. Namun, istilah genosida tidaklah tepat digunakan untuk menggambarkan Periode Bersiap. (Buku: Serdadu Belanda di Indonesia, 1945-1950: Kesaksian Perang pada Sisi Sejarah yang Salah. Oleh Jonathan Verwey, Ireen Hoogenboom, Gert Oostindie) Sebab, pada masa itu, disebut bahwa tidak ada upaya untuk memusnahkan seluruh penduduk Eropa atau Chinese di Indonesia. Kekerasan pada Masa Bersiap juga tidak bisa disebut sengaja diatur atau dikendalikan oleh para pemimpin Republik Indonesian.
Penulis: Wella A. Apriliani
Editor: Nurul Badi'ah
0 Komentar