Problematika Yang Membuat Capek, Tapi Bukan Putus Asa!

 


Pic by Pinterest @arquitetandoestilos.com


Akhir-akhir ini saya dibingungkan oleh suatu fenomena yang membuat kepala saya geleng-geleng tak karuan. Tidak semestinya saya berfikiran demikian, namun begitulah kenyataan yang saya rasakan, dari apa yang saya alami kemungkinan besar juga dirasakan oleh teman-teman seperjuangan saya. Bulan-bulan ini semangat dan rasa untuk melaksanakan sebuah tugas menjadi berkurang, apa sebab mengikuti banyak kegiatan atau tidak saya pikir tidak demikian. Tetapi hawa yang selalu berkobar seperti tersulut api, seketika terasa dingin oleh siraman rintik hujan yang membasahi – hening seketika. Saya berfikir apakah ada yang aneh dengan fenomena akhir-akhir ini? Sambil geleng-geleng tak jelas saya memikirkannya. Hal serupa saya tanyakan kepada teman yang saya temui entah di warung makan maupun di warung kopi yang sering saya kunjungi. Dalih beralih pikiran membabi buta untuk tetap memiliki konsep yang idealis dalam berpikir.

Terik matahari yang diselimuti awan mendung, saya mencoba menemui kakek (panggilan yang sering disebutkan oleh salah satu teman saya) yang sering saya jumpai ketika saya sedang menulis dan mengopi – tetapi pesen es, ehe. Saya bertanya dengan kakek dengan obrolan yang semula tidak saya tanyakan, karena niat awal memang untuk bertanya tentang sebuah tulisan yang saya bingungkan, eh ternyata jadi ganti topik deh! Tapi gapapa, untung-untung dapet bahan obrolan lain dan ilmu baru. Seketika cerita saya berawal seperti ini:

“Saya mau tanya nih kek,” ketika inti obrolan utama sudah usai.

“Tanya apa nih?”

“Akhir-akhir ini saya kok merasa tidak semangat ya dalam berorganisasi!”

“Kamu putus asa?”, pungkasnya.

“Ya enggak lah masak saya keliatan putus asa?”

“Kamu bisa bedain putus asa sama capek? Kamu itu lagi capek, seperti halnya seorang yang bekerja lalu lelah, kemudian dia beristirahat dan esoknya dia kembali bekerja seperti biasa,” pungkasnya sambil tertawa melihat saya.

“Saya pikir ya juga ya, mungkin saya capek dan butuh istirahat,” bergumam di dalam hati.

Sekilas obrolan singkat yang mengandung makna saya fahami perlahan lahan, ternyata saya sedang capek dan butuh istirahat – dalam berorganisasi. Seketika saya mencari apa yang membuat saya sendiri capek. Padahal saya terkadang terkenal sebagai seseorang yang tak kenal lelah, tetapi setiap orang memiliki batasan masing-masing. Ketika itu saya mencoba memikirkan suatu persoalan yang belum usai ditangani. Akhirnya saya mulai bertanya-tanya, apakah problem ini yang membuat semangat saya menjadi penghambat dalam berorganisasi? Seperti kata yang ingat-ingat lupa berada di benak saya dengan isi kata seperti ini: 

“masalah timbul bukan karena batu besar yang menghadang di depan kita, tetapi batu kerikil yang mengganjal dikaki kita sudah bisa mengakibatkan masalah yang begitu besar jika itu tidak segera disingkirkan.” 

Saya berpikir bahwa suatu hal yang besar timbul dari suatu hal yang kecil, dan jika tidak segera diselesaikan, maka akan membuat dampak yang begitu besar bagi perjalanan roda organisasi, karena ruang masih tertutup oleh heningnya rahasia yang tidak boleh terbeberkan kepada khalayak umum. Tetapi tak ada inisiatif untuk menyelesaikannya. Hal ini akan merusak sekaligus membunuh dari dalam. Suatu persoalan seharusnya dapat diselesaikan dengan kepala dingin, bisa juga dengan ruang publik agar mendapat berbagai tanggapan dan solusi. Membenahi apa yang dirasa kurang baik, akan menumbuhkan suatu hal yang positif, sehingga tidak terasa sibuk – dalam internal sendiri.

Dalam demikian sudah jelas disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 286 yang berbunyi:

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” 

Dalam surat diatas saya memahami bahwa setiap cobaan yang diberikan oleh Allah pasti memiliki jalan keluar, dan Allah pasti tidak memberikan cobaan melewati batasan umatnya. Tetapi pertanyaannya apakah kita mau menyelesaikannya? Apakah dengan diam bisa terselesaikan? Eits kita bukan Dukun yang menyelesaikan suatu persoalan dengan diam. Diam-diam membunuhmu hehe.

Harapan yang telah terlampirkan dalam butiran-butiran kata di atas bisa membuat kita agar tidak selalu merasa putus asa dan selalu berusaha, tetapi terkadang seseorang yang kita maksudkan tidak faham maksud yang sebenarnya, apakah perlu diperjelas? saya juga tidak faham, sengaja atau tidak wallahualam bissawab, karena esensi kata putus asa adalah mengakhiri semuanya, berbeda halnya dengan capek berati harus istirahat. Selalu upayakan hal-hal baik disekitar kita dan teruslah berusaha, jangan cepat puas dalam menghadapi suatu problematika jika dirasa itu belum usai. Tuntaskan!

Tabik,


Oleh: Riyadus

 


0 Komentar