Langkah Muda-mudi Muslim Menyikapi Tantangan Modernisasi


Pic by republika.co.id @Foto Google


Di era serba cepat dan singkat ini, istilah modernisasi berasal dari akar kata modern bukanlah suatu istilah yang asing di telinga khalayak masyarakat. Begitu banyak hal yang dibawa oleh satu kata ini, mulai dari segi positif seperti industrialisasi, percepatan arus informasi, hingga kemajuan teknologi yang menjelma ke dalam berbagai lingkup ruang gerak manusia. Berbentuk kotak tabung di ruang keluarga yang didemonstrasikan oleh Philo Fansworth pada tahun 1928 dan diudarakan pertama kali oleh TVRI di tahun 1962. Berbentuk pula sebuah teknologi yang dapat digenggam dan dibawa kemanapun, ditemukan oleh Martin Cooper, seorang karyawan Motorola pada tahun 1973, hingga kini bahkan hampir seluruh penduduk di dunia membawanya dalam saku jas dan tas-tas mereka.


Namun dimana segala sesuatu selalu punya dua sisi, begitu pula modernisasi ini. Tak dapat dihiraukan bahwa efek yang dibawa olehnya juga punya daya ledak dan pengaruh yang signifikan di masyarakat, apalagi dalam pandangan muslim dengan Al-Qur’an dan Hadist yang dijadikan pedoman. Dilansir dari jurnal ilmiah berjudul Dampak Modernisasi Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat karya Asnawi Matondang, disebutkan bahwa modernisasi tak hanya membawa pengaruh positif namun juga membawa dampak negatif yang menimbulkan sejumlah masalah-masalah sosial, seperti kesenjangan sosial-ekonomi, pencemaran lingkungan akibat industrialisasi, kriminalitas, konsumerisma, dan kenakalan remaja. Tak hanya itu, lebih masuk ke dalam diri dan mentalitas masing-masing penerima informasi, yang menjadi ciri khas modernisasi, yaitu daya tangkap dan cara menyikapi yang menimbulkan sejumlah problematika psikis semacam kecemburuan individu dengan individu lainnya, yang bisa kita tilik di media sosial semacam Instagram dan Twitter yang tak habis-habisnya berisikan cuitan yang tentunya tak hanya berisikan konten positif ditelan mentah-mentah atau matang oleh manusia selama rata-rata hampir 16 jam dalam sehari memainkan gawai mereka. Bahkan tak jarang para muslim-muslimah menerima begitu banyak berita bohong atau hoax yang kerap wara-wiri dan tentu telah diprovokasi sedemikian rupa oleh pihak-pihak berkepentingan. Dari sinilah kita dapat menarik benang merah bahwa efek modernisasi bisa begitu dahsyatnya, sampai seringkali dapat memicu pertikaian, iri hati, prasangka buruk, dan fitnah keji yang entah bagaimana akan diketahui kebenarannya.


Jika ditilik dari segi definisi, modernisasi merupakan proses perubahan dari suatu hal yang belum maju, berubah ke arah yang lebih maju atau modern. Dapat dikatakan pula sebagai proses transformasi menuju peningkatan sejumlah aspek kehidupan yang ada dalam masyarakat. Modernisasi berasal dari bahasa latin “modernus” yang juga berakar dari kata “modo” yang berarti cara serta, dan “ermus”, yang menunjukkan pada periode waktu di masa kini. Ciri-ciri modernisasi yaitu masyarakat bersifat heterogen, dengan mobilitas yang juga cukup tinggi, ditambah lunturnya ikatan terhadap hukum adat. Era ini juga terkenal dengan penciptaan iklim yang digemari oleh masyarakat melalui percepatan arus informasi dalam penggunaan alat komunikasi massa.


Beralih ke dalam kacamata dan cara pandang umat Islam dalam menyikapi era modernisasi ini, dengan memandang ke dampak positif juga negatif yang ditimbulkan khususnya sebagai muda-mudi muslim yang harus menanggapi keduanya secara bijaksana dan dengan pikiran terbuka. Namun dengan garis bawah bahwa agar tetap berada koridor dan jalur agama dengan memperhatikan halal-haram serta manfaat-mudharatnya. Mengambil contoh internet situs dan laman yang dikunjungi jutaan manusia berulang kalinya. Tak bijaksana namanya jika ada suatu pihak yang mengamini dan menyetujui bahwa hal tersebut termasuk bid’ah, slogan buatan kaum Yahudi hingga dalil memerangi yang tak sejalan yang akan semakin menambah stigma bahwa kaum muslimin adalah kaum terbelakang tak sesuai dengan islam yang dikenal sebagai rahmatan lil alamin. Internet maupun hal-hal yang mencakup teknologi lainnya dapat dimaknai sebagai mempermudah pekerjaan umat dengan akses informasi yang benar akan membawa kaum muslimin bisa saja kembali meraih masa kejayaan mereka di masa sebelumnya. Namun, jika internet begitu pula hasil positif dari modernisasi lainnya digunakan untuk sarana menggunjing, memperolok, mengakses situs amoral, maka dapat dikatakan bahwa hal tersebut adalah hal haram dan tak diperbolehkan.


Dr. Yusuf Qaradhawi dalam kitabnya “Al-haram wal Halal fil Islam”, menyebut bahwa “... Tidak perlu ragu (bahwa) pertunjukan film (dan sejenisnya) merupakan sarana penting dari sekian banyak sarana hiburan. Sebagai sarana, kedudukan bioskop sama seperti sarana lainnya, artinya ia bisa jadi digunakan untuk kebaikan. Ada kalanya film dimanfaatkan untuk keburukan, maka hukum dan kedudukannya digantungkan pada isi, pesan, dan substansi film". Seni juga tidak lepas dari bagian modernisasi pula tak terlepas dari perdebatan halal-haram dalam Islam. Membantah pada pihak yang mengharamkan, bahwa seni adalah ekspresi kebebasan dan keindahan pemikiran manusia yang juga dapat dikatakan sebagai fitrah. Dari sisi ideologi, seni dapat dianggap haram karena berpotensi menganggu pemikiran dan kekhusyu’an beribadah, atau memancing gambaran yang tak sesuai hukum moral agama. Buku The Cultural Atlas of Islam hasil pemikiran Ismail R. al Faruqi dan Lois Lamya’al Faruqi adalah salah satu penunjang bahwa pengharaman seni bukanlah suatu yang mutlak. Begitu pula budaya produk paling besar dari modernisasi yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai sarana berdakwah seperti yang dilakukan oleh Wali Sanga yaitu Sunan Kalijaga.


Pada intinya, dalam menghadapi dan menyikapi era modernisasi, umat Islam harus berpikir secara terbuka dan lapang kepala maupun dada. Namun dengan garis bawah, tetap bersandar pada syariat dan akidah hukum Islam yang terdapat di dalam Al-Quran dan Hadist nabi. Arus modernisasi dan perkembangan teknologi tak akan mungkin dapat dihindari. Bersikap defensif (menentang) dan menolak hal-hal yang berbau modern adalah suatu tindakan konyol. Hukum islam itu universal, yang terpenting adalah substansi yang dibawanya yang kemudian akan dihubungkan ke dalam aspek kehidupan manusia ke dalam manfaat atau kemudharatan kembali kedalam manusia-manusia yang menjalankan teknologi dan hasil modernisasi itu sendiri.



Oleh: Endris Kirana Zahra

Editor: Riyadus

0 Komentar