Pic by irancartoon.com @pinterest
Di era globalisasi, perkembangan teknologi tidak dapat dihentikan dan manusia mau tidak mau harus menyesuaikan diri. Teknologi menawarkan manusia berinteraksi dengan sesamanya lewat aplikasi. Beberapa aplikasi yang akrab dengan kita saat ini adalah Facebook, Twitter, Instagram dan lain-lain. Aplikasi - aplikasi ini menawarkan ciri khasnya masing masing kepada pengguna sehingga pengguna tidak merasa bosan ketika menggunakannya secara bersamaan. Semua aplikasi ini dikenal dengan media sosial atau social media. Twitter, misalnya, berpusat pada pertukaran pesan singkat yang sebagian besar merupakan informasi - informasi up to date. Sebagian besar, pesan-pesan ini bersifat sementara dan tanpa kewajiban untuk menanggapi (saling berbalas informasi adalah sebuah kebebasan di twitter pun untuk tidak membalas).
Masyarakat Indonesia merupakan pengguna sosial media terbesar di Asia Tenggara dengan rata-rata waktu yang dihabiskan 3-8 jam per - hari. Indonesia yang memiliki bonus demografi yang berkembang pesat, menjadikannya salah satu pasar konsumen yang tumbuh paling cepat di dunia. Selain itu Indonesia adalah negara yang mengutamakan jaringan seluler, sekitar 75 % pembelian online dilakukan melalui perangkat seluler. Realita ini memperlihatkan perkembangan teknologi yang cepat dan mudah diakses oleh masyarakat. Penyebarannya juga sangat cepat karena berbasis online.
Internet adalah cerminan masyarakat yang terdistorsi, di mana pendapat minoritas dan ekstrem tidak dapat dibedakan dari arus utama. Kecanggihan teknologi internet memberikan banyak kemudahan kepada penggunanya. Namun, kemudahan ini diikuti dengan berbagai jenis kejahatan yang mengintai pengguna. Jenis-jenis bahaya di balik perkembangan media internet adalah ujaran kebencian, rasisme, kebencian politik, terorisme, kejahatan seksual, penipuan, perdagangan barang ilegal, dll. Ujaran kebencian yang disampaikan di media internet meliputi ras, agama, orientasi seksual, dan gender. Ujaran kebencian dapat dinyatakan sebagai bentuk ekspresi yang menyebarkan, menghasut, mempromosikan atau membenarkan kebencian rasial, xenophobia, atau bentuk kebencian lain yang didasarkan pada intoleransi. Termasuk intoleransi yang diungkapkan dengan nasionalisme dan etnosentrisme yang agresif, diskriminatif dan sikap memusuhi terhadap golongan minoritas.
Beberapa media sosial juga memberikan pemahamannya sendiri tentang ujaran kebencian. Facebook misalnya, menjawab pertanyaan tentang apa yang mereka anggap sebagai ujaran kebencian sebagai berikut “Konten yang menyerang orang berdasarkan ras, etnis, asal kebangsaan, agama, jenis kelamin, jenis kelamin, orientasi seksual, kecacatan, atau penyakit mereka sebenarnya adalah tidak diizinkan."
Dalam ujaran kebencian online yang dimotivasi politik, pengguna media sosial cenderung mengambil peran sebagai analis dan hakim untuk menghadapi perspektif politik lain secara langsung melalui penggunaan ungkapan negatif dan tokoh retoris untuk mengekspresikan sikap negatif mereka dan mengerahkan kekuatan dan dominasi atas orang lain. Spekulasi, perbandingan, komentar yang merendahkan, fitnah, hasutan, sarkasme, ancaman, tantangan, kritik, penyebutan nama, dan pelecehan seksual juga digunakan dalam ujaran kebencian online seputar agama dan etnis. Banyak orang merasa sudah memahami politik dengan sangat mendalam padahal dia tidak memahami dengan baik dan benar sehingga menimbulkan kekeliruan.
Media internet menjadi media yang paling efektif untuk menyebarkan kebencian berbau politik. Ketika menjelang perhelatan politik, media online akan dipenuhi dengan postingan yang mendukung atau menjelekkan pihak tertentu. Persaingan yang sangat sengit di dunia politik mendorong sekelompok orang atau pihak untuk menggunakan media internet untuk menyerang kubu lawan dan untuk memberikan doktrin kepada masyarakat dengan harapan elektabilitas mereka meningkat. Hal ini sering menjadi bumerang karena konten yang dimuat di media online kurang berbobot dan cenderung provokatif.
Masyarakat kadang tidak sadar akan bahaya yang mengintai ketika mereka ikut berkomentar negatif terhadap pihak atau partai tertentu. Mereka tidak sadar bahwa tidak sedikit informasi yang disampaikan ditujukan hanya untuk menggiring opini publik. Dengan demikian, masyarakat tidak bisa berpikir jernih dan bias dalam mengambil keputusan. Jika mayoritas masyarakat bias dalam mengambil keputusan politik, maka masa depan bangsa dapat terancam karena dipimpin oleh pihak-pihak yang memiliki agenda tertentu bukan untuk kemajuan bangsa.
Kejahatan media internet yang lain adalah pencurian identitas. Serangan yang terjadi ketika seseorang mengakses komputer untuk mengumpulkan informasi pribadi pengguna, yang kemudian mereka gunakan untuk mencuri identitas orang tersebut atau mengakses akun berharga mereka, seperti perbankan dan kartu kredit. Penjahat dunia maya membeli dan menjual informasi identitas di dark market, menawarkan akun keuangan, serta jenis akun lainnya, seperti layanan streaming video, webmail, streaming audio, lelang online, dan banyak lagi. Informasi kesehatan pribadi sering menjadi sasaran pencuri identitas. Hal ini pernah terjadi ketika kasus data KTP penduduk Indonesia yang diperjual belikan di situs Raid Forum.
Bentuk kejahatan lain yang ditakuti adalah penipuan kartu kredit. Pelaku akan menyusup ke sistem untuk mendapatkan informasi mengenai kartu kredit. Kejahatan mata-mata online yang melibatkan penjahat dunia maya yang meretas sistem atau jaringan untuk mendapatkan akses ke informasi rahasia yang dipegang oleh pemerintah atau organisasi lain. Serangan dapat dimotivasi oleh uang atau oleh ideologi. Kegiatan spionase siber dapat mencakup setiap jenis serangan siber untuk mengumpulkan, mengubah, atau menghancurkan data, serta menggunakan perangkat yang terhubung ke jaringan, seperti kamera web atau kamera CCTV, untuk memata-matai individu atau kelompok yang ditargetkan dan memantau komunikasi, termasuk email, pesan teks, dan pesan instan.
Kejahatan selalu ada di dalam masyarakat. Banyak hal menyebabkan kejahatan selalu ada dalam kehidupan kita. Sama halnya dengan kejahatan media internet akan selalu ada selama internet itu sendiri masih ada. Kejahatan ini mengintai setiap individu, usaha, bahkan pemerintahan di semua negara. Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko kejahatan media internet adalah hindari mengirim foto apapun secara online terutama kepada orang asing dan teman mengobrol. Karena hal ini bisa berpeluang untuk penyalahgunaan foto, hindari mengungkapkan dan menyebarkan informasi apapun yang berkaitan dengan diri sendiri, blokir situs yang terindikasi dengan pornografi, menggunakan perangkat untuk anti virus.
Kehadiran internet tidak bisa kita hindari. Diakui atau tidak, internet sudah menjadi bagian dari kehidupan kita. Hampir semua aspek kehidupan sudah terintegrasi dengan internet. Hampir semua orang menjadikan media internet sebagai bahan primer untuk mendapatkan berita dan acuan untuk mengklarifikasi suatu informasi. Dengan demikian, kita tidak bisa menghindari perkembangan internet ini namun harus mengantisipasi langkah-langkah yang tidak tepat untuk menghindari potensi kejahatan media internet.
Penulis: Irva Rahma Devi
Editor: Finaqurrota
0 Komentar