sumber: https://www.cnnindonesia.com//melacak-asal-usul-mawar-merah-jadi-tanda-cinta-saat-valentine
By : Uswatun Khoirun
Nisa
Perlu kita ketahui bahwa ucapan, kasih sayang untuk ibu bukan terletak
pada peringatan hari ibu saja, namun setiap langkah kita perlu mengingat bahawa
ada hal yang lebih penting untuk mengungkapkan rasa kasih sayang kepada ibu, entah dalam keadaan dekat ataupun
jauh namun ada hati dimana melekat jadi satu.
Saya pun menyadari bahwa hari ibu biasa kita kenal dengan sebuah momen
untuk mengungkapkan dan mencurahkan segala bentuk kasih sayang berupa ucapan
kepada ibu. Hal tersebut merupakan wujud kasat mata penghargaan tentang peranan
seorang ibu yang telah intens keluarga. Kasih ibu sepanjang masa, begitu
kira-kira kalimat yang sering kita dengar jika berada pada momen “kangen” ibu. Kita sadari bahwa ibu tak pernah
berhenti berdoa dan tentu melakukan segalanya dengan baik demi anaknya. Sejak
dalam kandungan hingga mampu berpikir tentang yang terbaik bagi diri sendiri,
anak tak pernah terlepas dari kasih seorang Ibu. Pemaknaan hari Ibu sebenarnya
tidak sesederhana itu. Lalu seperti apa?
Ditetapkannya hari ibu sebenarnya untuk mengenang dan menghargai
sekaligus merefleksikan perjuangan kaum perempuan kala itu. Peringatan tersebut
ditujukan bukan hanya untuk mengenang jasa perempuan yang disebut ibu. Namun, perempuan secara keseluruhan. Mereka
yang memperjuangkan adalah kaum perempuan yang juga ambil andil dalam perebutan
kemerdekaan Indonesia bersama laki-laki.
Perlu kita ketahui bahwa ternyata semuanya berawal dari perjuangan kaum
perempuan pada zaman kolonialisme Belanda. Perjuangan perempuan dimulai dengan
gerakan individu lalu disusul oleh gerakan kolektiv melalui
organisasi–organisasi yang sifatnya masih kedaerahan. Hal tersebut didasari
oleh permasalahan yang berbeda-beda di setiap daerah. Maka dari itu, hampir setiap daerah mempunyai
gerakan kolektiv perempuan. Seperti yang sudah dibayangkan, maka organisasi-organisasi yang bersifat
kedaerahan tentu saja akan bergerak sendiri-sendiri. Pada tahun 1928 tepat pada
22 Desember hingga 25 Desember diadakan Kongres Perempuan Indonesia (KPI).
Organisasi–organisasi yang bersifat kedaerahan dan masih bergerak
sendiri–sendiri dikumpulkan menjadi satu forum.
Kongres Perempuan Indonesia pertama diinisiasi oleh tujuh organisasi
perempuan mapan Indonesia. Wanita Utomo, Wanita Taman Siswa, Putri Indonesia,
Aisyiyah, Jong Islaminten Bon Bagian Wanita, Wanita Katolik dan Jong Java
Bagian. Kongres Perempuan
tersebut berlangsung selama 4 hari dari tanggal 22-25 Desember 1928 di Pendopo
Joyodipuran, Yogyakarta. Dari Kongres Perempuan Pertama dibahaslah isu–isu
terkait pendidikan yang kala itu lebih condong untuk laki- laki. Perempuan pun
juga memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dalam hal pendidikan.
Isu yang
kedua adalah terkait perkawinan, menginginkan pencegahan perkawinan terhadap
anak. Kondisi objektif saat itu perempuan anak-anak atau setidaknya umur
sembilan tahun sudah dipingit untuk dinikahkan. Saat itu, perempuan hanya
ditempatkan pada ranah-ranah domestik seperti memasak dan membersihkan rumah.
Padahal tidak pernah ada pembedaan tanggung jawab sosial antara laki-laki dan
perempuan yang demikian.
Dirasa tak
cukup sekali kongres untuk menanggapi isu–isu kaum perempuan, dilaksanakanlah
lagi Kongres Perempuan Indonesia yang ke
dua pada tanggal 20 hingga 24 Juli 1935 yang dilaksanakan di Jakarta. Kongres
Perempuan Indonesia kedua ini dipimpin oleh Ny. Sri Mangoensarkoro. Adanya
kongres kedua ini untuk mempererat organisasi–organisasi perempuan dan membahas
lebih mendalam terkait nasib kaum perempuan.
Banyak dialektika yang terjadi di kongres perempuan tersebut sehingga
menghasikan beberapa keputusan terkait pemberantasan buta huruf terhadap kaum
perempuan. Selain itu
perempuan diharapkan menjadi Ibu bangsa. Artinya adalah menjadi seorang ibu
yang mampu melahirkan generasi berikutnya untuk Indonesia. Tentu generasi yang
tertanam jiwa nasioanlis dan kesatuan serta persatuan untuk memerdekakan
Indonesia utama memerdekakan Indonesia dari penjajah kolonial.
Karena masih dirasa masih ada beberapa hal yang mesti dibahas lebih
detail, dilanjutkanlah Kongres Perempuan Indonesia ketiga. Hasilnya yakni terus
melanjutkan perjuangan pemberantasan buta huruf. Selain itu, kondisi perempuan saat itu bisa dipilih
diparlemen tetapi tidak memiliki hak pilih. Hal tersebut juga membuat
perempuan–perempuan yang ada di KPI berjuang untuk mendapatkan hak pilih bagi
perempuan. Untuk mewujudkan itu dibentuklah Komite Perlindugan Perempuan dan
Anak Indonesia (KPKPAI).
Selanjutnya juga pembahasan terkait kaum buruh perempuan Indonesia dan
penetapan tanggal 22 Desember sebagai hari Ibu. Penetapan tersebut adalah doa
dan harapan perempuan KPI untuk hidup perempuan Indonesia yang lebih baik
kedepan. Hal ini sangat jelas, bahwa hari Ibu bukan saja untuk mengenang dan
momen menghargai jasa Ibu. Namun juga seluruh perjuangan perempuan untuk
mendapatkan hak dan agar dapat menjalankan kewajibannya di kehidupan sosial.
Hari ini, perempuan dapat mengenyam pendidikan yang setara dengan
laki-laki, perempuan dapat menjadi partner dalam setiap bidang pekerjaan adalah
berkat perjuangan kesadaran. Bilmana tidak ada orang-orang yang ingin sadar dan
bersuara tentang perempuan, maka tak akan ada kesetaraan antara laki-laki dan
perempuan yang kita rasakan seperti hari ini.
Peringatan hari ibu tak tepat bila hanya diperingati untuk mengenang jasa
ibu. Namun, hari ibu adalah titik rutin yang kita temui setiap tahun untuk
bersama-sama sadar akan hak dan kewajiban sebagai penggerak bangsa Indonesia.
Kesadaran memahami hak antar laki-laki dan perempuan tak selayaknya hanya
dipahami perempuan. Laki-laki juga perlu paham, agar praktek patriarki tak
mengakar kuat dan dapat tumbang suatu saat nanti.
Selamat Hari
Ibu untuk saya, kamu dan kita semua.
0 Komentar