Kau ini bagaimana
Kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
Kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh maju, aku mau maju kau selimpung kakiku
Kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku
Kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku kau suruh berdisiplin, kau menyontohkan yang lain
(kau ini bagaimana atau aku harus bagaimana, Gus Mus)
Agaknya beberapa baris kutipan puisi diatas cocok menggambarkan bagaimana potret kampusku saat ini. Dalam dunia kaum intelektualitas biasanya memiliki peradaban yang berbeda dengan siswa yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama atau menengah atas. Kampus memiliki struktur birokrasi mahasiswa yang biasa disebut BEM/DEMA. Ya, Dewan Eksekutif Mahasiswa atau Badan Eksekutif Mahasiswa dalam perguruan tinggi sudah selayaknya memiliki kebebasan dalam menentukan kegiatan yang berada dalam kampus, salah satunya adalah kegiatan yang berhubungan dengan Pengenalan Budaya Akademik Dan Kemahasiswaan atau yang akrab di sebut dengan PBAK.
Namun suasana itu tak aku temukan dalam kampusku di tahun ajaran baru 2019/2020 ini. Semua kegiatan PBAK itu awalnya ingin di ambil alih oleh pihak petinggi dosen serta jajarannya yang tidak melibatkan pihak mahasiswa sama sekali. Dan menghapus pengenalan PBAK fakultas dan prodi masing-masing dengan alasan terlalu banyaknya administrasi yang di keluarkan camaba. Hal itu dapat di simpulkan dengan keputusan-keputusan pihak kampus selama beberapa kali mediasi dengan DEMA sebagai berikut :
- Warek III melarang adanya pemungutan biaya dema dari mahasiswa untuk kegiatan fakultas dan Prodi, karena yang wajib di ikuti oleh mahasiswa baru hanyalah PBAK kampus. (29/07/19)
- Warek III membolehkan dema menarik biaya kontribusi kegiatan fakultas dan prodi namun tidk boleh mencantumkan itu di pamphlet dan harus dengan adanya surat pernyataan calon mahasiswa baru atas kesediaan membayar uang kegiatan tersebut. (30/07/19).
- Akun Instagram resmi kampus @officialiainkediri mengunggah surat edaran yang berisi, dema dilarang menarik biaya sekecil apapun terkait kegiatan kampus, fakultas dan prodi. (30/07/19 pukul 21.34).
- Warek III tidak dapat memberikan penjelasan atas penanggung jawab kegiatan PBAK dan terkait surat yang telah beredar, sehingga terjadi kesalah fahaman antara panitia pelaksana dengan mahasiswa baru (31/07/19)
- Pernyataan akun Instagram resmi kampus yakni, penarikan biaya yang di lakukan oleh panitia kegiatan fakultas dan Prodi merupakan pungutan liar.(01/08/19).
Dalam menanggapi keputusan dan pernyataan di atas, pihak dema sepakat untuk menarik mundur semua barisan yang telah dibentuk sejak lama sebagai panitia pelaksana kegiatan kampus, fakultas maupun prodi. Karena tidak mungkin diadakan kegiatan jika tidak adanya biaya, dan hal itu di setujui oleh warek III.
Tentunya potret diatas menimbulkan banyak sekali kejanggalan-kejanggalan bagi mahasiswa, terlebih mahasiswa baru yang belum tau apa-apa tentang kampus, sudah di suguhkan dengan keputusan-keputusan dan pernyataan yang tidak menentu kemana arahnya. Dan DEMA sebagai panitia pelaksana pusat dalam hal ini seakan menjadi tersangka atas ke ruwetan yang terjadi, bahkan citra DEMA telah ternodai dengan adanya penyebutan “pungli” yang secara sepihak di lontarkan pihak kampus dalam akun instagramnya.
Kediri, 13 Agustus 2019 dalam lampiran yang di tandatangani oleh Kepala UPT-TIPD IAIN Kediri, Bp. Rofik Efendi, S.Kom, MM. menyatakan bahwa pihak kampus meminta maaf atas terbitnya status di Instagram @officialiainkediri Tanggal 01 Agustus 2019 prihal “pungli”. Dalam lampiran tersebut juga tertulis, bahwa terbitnya status tersebut belum adanya koordinasi internal oleh pihak UPT TIPD yang mengakibatkan ketidak nyamanan DEMA. Dan disitu juga tertulis permintaan supaya semua pihak bisa bersama-sama mensukseskan jalanya PBAK IAIN Kediri 2019.
Adalah sangat prematur jika sebuah akun resmi kampus menerbitkan status yang terlebih dahulu belum di koordinasikan bahkan dengan team internalnya sendiri. Yang sudah tentu akun itu bisa di lihat oleh semua orang yang berisi ungkapan praduga bersalah yang akibatnya bisa membuat keruh suasana kampus dan seakan mencemarkan nama pihak terkait. Seakan pernyataan dalam status tersebut adalah sebuah hewan ternak yang di lepas di dunia bebas namun sebelumnya dilumpuhkan kakinya dengan senapan berpeluru hitam.
Sampai sejauh mana pengaruh yang di hasilkan dari permintaan maaf yang dilakukan 12 hari setelah terbitnya status yang telah dibaca oleh hampir seluruh mahasiswa dan calon mahasiswa, yang mana dalam jarak waktu itu, suatu pernyataan sudah mengakar dalam benak insan akademik.
Wahai Institut ku, apa yang terjadi padamu, apa yang diderita jantungmu sehingga nafas yang keluar dari mulutmu sudah tak lagi sehat, sehingga menyebarkan polusi untuk kami, mahasiswa mu.
Ahmad Seif (koordinator pengurus departemen Keintelektualan rayon Abraham)
0 Komentar